Imam Ash-Shadiq dan Rombongan Ulama
Sufyan ats-Tsauri datang ke rumah Imam Ja'far ash-Shadiq. Didapatinya Imam mengenakan pakaian indah serba putih. Kemudian berkatalah Sufyan kepadanya:"Ini bukanlah pakaian Tuan. Tidak patut Tuan melumuri diri dengan perhiasan dunia yang fana ini. Seyogyanya Tuan hidup secara zuhud dan menghiasi diri dengan takwa".
Imam Ash-Shadiq menyahut,"Dengarkanlah perkataanku. Sesungguhnya bermanfaat bagimu di dunia dan di akhirat, jika kamu mati dalam berpegang dalam Sunnah dan kebenaran dan tidak mati dalam keadaan berbuat bid'ah. Mungkin terlintas di matamu keadaan Rasulullah dan para sahabatnya yang sangat sederhana ketika itu. Ketahuilah bahwa Rasulullah itu hidup di zaman yang gersang. Tapi apabila dunia sudah dihidangkan kepada manusia, maka yang lebih berhak atasnya ialah orang - orang yang taat, bukan orang - orang yang ingkar; orang - orang yang beriman, bukan orang - orang munafik; dan orang - orang Islam bukan orang - orang kafir. Wahai Tsauri, apa yang Engkau ingkari atasku. Demi Allah, sesungguhnya sekalipun Aku berpakaian indah seperti yang Kau lihat, namun sejak Aku dewasa, pagi ataupun petang kapan saja bila pada hartaku terdapat sesuatu yang harus Aku berikan pasti Aku berikan."
Lalu keluarlah Sufyan dari rumah Imam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Berikutnya, sekelompok orang masuk ke dalam rumah Imam. Mereka adalah orang - orang yang zuhud dan mengajak manusia agar mengikuti jejak mereka, hidup dalam kesengsaraan.
Mereka berkata pada Imam: "Sahabatku Tsauri telah kehabisan alasan."
"Kamu sekalian punya alasan? Kemukakanlah," seru Imam.
Lalu berkatalah mereka:"Alasan kami adalah merupakan kesimpulan ayat al-Quran."
"Kemukakanlah ayat itu, sesungguhnya ayat al-Quranlah yang paling patut dianut dan dilaksanakan."
"Allah menceritakan tentang sekelompok orang - orang yang dekat dengan Rasulullah. Mereka mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka walaupun mereka sendiri dalam kesusahan. Barang siapa dipelihara dari kekikiran dirinya, meka mereka termasuk orang - orang yang beruntung.(QS Al-Hasyr : 9) Di ayat lain Allah pun berfirman:Dan mereka memberi makan kepada orang - orang miskin, anak - anak yatim dan para tawanan dengan makanan yang mereka sukai."(QS Ad-Dahr : 8)
Kemudian berdirilah seorang di antara mereka, lalu berkata: "Aku sama sekali tidak melihat Engkau zuhud dalam soal makanan yang baik tetapi Engkau memerintahkan orang untuk zuhud dalam harta mereka, sehingga engkaulah yang bersenang-senang dengan harta itu."
Imam berkata:"Tinggalkanlah apa yang tidak bermanfaat. Katakanlah kepadaku, apakah kalian mengetahui ada nasikh - nasikh dan ayat muhkamat serta mutasyabihat di dalam al-Quran, yang dalam hal itu banyak sekali umat yang tersesat dan celaka?"
Kata Imam Ash-Shadiq selanjutnya:"Dari sinilah kamu tertimpa bencana. Adapun yang kamu sebutkan kepadaku tentang perlakuan orang - orang Anshar terhadap orang - orang Muhajirin, itu memang orang baik, tapi itu merupakan hal yang mubah. Di waktu itu mereka tidak dilarang melakukannya. Mereka mendapat pahala dari Allah karenanya. Hal itu, karena kemudian Allah menyuruh dengan suruhan yang dikerjakan, maka suruhan Allah itu merupakan Nasikh (penghapus) dari perbuatan mereka, sedang larangan-Nya merupakan petunjuk bagi orang yang beriman. Maksudnya agar mereka beserta keluarga mereka tidak tertimpa bahaya, karena di antara mereka ada anak - anak kecil yang lemah dan ada orang - orang tua yang tak tahan lapar. Seandainya Aku bersedekah sepotong roti padahal Aku tak punya roti selain itu, maka mereka akan binasa kelaparan. Oleh karena itu Rasulullah bersabda:
"Barang siapa yang ingin menafkahkan kurma, roti, dinar atau dirham yang dimilikinya, maka yang paling utama untuk diberi nafkah ialah kedua orang tuanya dan kedua: dirinya sendiri beserta orang yang menjadi tanggungannya. Yang ketiga: para kerabat dan saudara - saudaranya yang mukmin. Yang keempat: para tetangganya yang miskin, dan yang kelima: untuk kepentingan di jalan Allah, itulah nafkah yang mendapat pahala terbaik."
Ketika Rasulullah mendengar salah seorang penduduk Madinah menafkahkan seluruh hartanya pada detik - detik terakhir menjelang kematiannya, padahal dia mempunyai anak kecil, beliau berkata: "Seandainya kalian memberitahukan kepadaku, tak akan kubiarkan kalian menguburnya di pemakaman umat Islam. Dia telah menjadikan anak - anak terlantar dan meminta - minta."
Kemudian Imam Ash-Shadiq berkata,"Ayahku , Al-Baqir memberitahukan kepadaku, bahwa Rasulullah pernah bersabda:'Orang yang pertama kali patut dinafkahi ialah orang yang terdekat, kemudian terdekat'."
Ia melanjutkan perkataannya: "Lain dari itu al-Quran pun menolak perkataan kalian dan melarang perbuatan kalian. Allah berfirman: Dan orang - orang yang apabila membelanjakan hartanya tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Pembelanjaan yang baik adalah yang pertengahan.(QS Al Furqan:67) Di ayat lain Allah berfirman: 'Sesungguhnya Ia tak suka kepada orang - orang yang berlebih - lebihan .'(QS.Al-An'am:141 dan Al-A'raf:31) Jadi Allah melarang kaum muslimin berlebih - lebihan dan berlaku kikir. Allah tidak membenarkan seseorang menafkahkan seluruh kekayaannya, sementara dia berdoa kepada-Nya agar diberi-Nya rezeki. Allah tidak mengabulkan doanya! Sesuai dengan hadis Nabi yang menyatakan:"Sesungguhnya ada beberapa golongan dari umatku yang tidak dikabulkan doanya, yaitu:
Pertama : Orang yang mendoakan kejelekan buat orang tuanya.
Kedua : Orang yang mendoakan kejelekan buat orang yang berpiutang. Pengutang itu pergi membawa harta si pemberi utang, tapi tidak mau menuliskan dan tidak sudi menjadi atasnya.
Ketiga : Orang yang mendoakan kejelekan buat istrinya, padahal Allah telah menyerahkan nasib wanita itu kepadanya.
Keempat : Orang yang duduk ongkang - ongkang di rumah sambil berdoa memohon rezeki kepada Tuhannya, tanpa melakukan suatu usaha. Allah ta'ala berfirman: Hai hamba - hambaKu bukankah Aku memberikan jalan kepadamu untuk mencari rezeki dan berusaha dengan anggota tubuh yang sehat, sehingga kamu tidak tercela di hadapan-Ku dalam meminta karunia, karena kamu menunaiklan perintah-Ku; dan juga agar kamu tidak menjadi beban atas keluargamu. Selanjutnya, jika Aku menghendaki, maka Aku beri rezeki kepadamu; dan jika Aku menghendaki maka Aku tak memberikan rezeki kepadamu, tapi kamu tidak lagi tercela di sisi-Ku.
Kelima : Orang yang dikaruniai Allah harta yang benyak kemudian menafkahkan seluruh hartanya itu. Lalu ia berdoa kepada Allah memohon rezeki lagi, sehingga Allah berfirman: Bukankah Aku telah memberimu rezeki yang luas? Mengapa engkau tidak hemat dengan hartamu sebagaimana Aku perintahkan, dan mengapa kamu berlebih-lebihan padahal yang demikian itu Aku larang?
Sesungguhnya Allah telah mengajarkan Nabi-Nya sebagaimana seharusnya membelanjakan harta. Pernah beliau menafkahkan sejumlah emas. Karena tidak senang ada emas sedikit pun di rumahnya, maka dalam sehari itu beliau menyedekahkan semua emas yang ada padanya. Pada hari berikutnya beliau didatangi seseorang yang hendak memohon pertolongan, ternyata tak ada sesuatu pun yang dapat diberikan kepadanya. Karena itu amat sedihlah hati Rasulullah. Ketika itu turun ayat: Dan janganlah kau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula kau terlalu mengulurkannya maka kamu akan menjadi tercela dan menyesal.(QS Al-Isra':29) Ayat ini menguatkan apa yang terkandung dalam hadis Nabi tadi.
Ketika Abu Bakar dalam keadaan kritis menjelang wafatnya beliau diminta supaya berwasiat, maka Beliau berkata: "Saya berwasiat seperlima hartaku, dan seperlima adalah banyak. Sesungguhnya Allah ridha dengan seperlima."
Abu Bakar mewasiatkan seperlima hartanya, meski sebenarnya Allah memberinya kemampuan untuk berwasiat sepertiga. Sekiranya Abu Bakar berpendapat bahwa berwasiat sepertiga itu lebih baik, tentu sekian itulah yang beliau lakukan.
Hal seperti itu terjadi pula pada diri Salman dan Abu Dzar yang dikenal dengan orang zuhud dan Wara'. Setiap kali Salman mengambil bayarannya, ia selalu menyisihkan makanan untuk satu tahun, disimpan sampai datang bayaran berikutnya. Bertanyalah seseorang kepadanya:"Hai Abu Abdillah, Engkau adalah orang Zuhud, tapi mengapa Engkau berlaku demikian? Padahal Engkau tidak tahu apakah akan mati sekarang atau besok hari."
Ia menjawab: "Mengapa Kamu mengharapkan Aku segera mati? Apakah Kamu tidak mengerti bahwa tiap - tiap jiwa itu ada sepertiga bagian, sehingga jika sedang ditimpa kesusahan hidup maka ia bisa menyandarkan diri kepadanya. Jika kehidupannya sedang lapang ia merasa tenang."
Adapun Abu Dzar, sebagai seorang zuhud, ia mempunyai banyak unta dan domba. Jika ada di antara keluarganya menginginkan daging atau sedang ditimpa kesulitan hidup, ia perah susunya dan ia potong binatang itu, kemudian dagingnya dibagi-bagikan. Dia pun mengambil bagian sebagaimana bagian yang diberikan kepada orang - orang, tidak lebih banyak dari bagian mereka.
Siapakah yang berani mengaku lebih zuhud dari mereka, padahal Rasulullah sendiri telah mengatakan sedemikian rupa mengenai mereka?
Ketahuilah saudara - saudara, sesungguhnya saya pernah mendengar ayah saya meriwayatkan dari kakek - kakekku ra., bahwa Rasulullah pernah bersabda: "Tidakkah aku heran terhadap sesuatu melebihi keherananku terhadap seorang mukmin. Jika terpotong - potong kulitnya di dunia dengan gunting, hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan jika ia memiliki seluruh Timur dan Barat, hal itu merupakan kebaikan baginya. Apapun yang diperbuat oleh Allah terhadapnya merupakan kebaikan baginya."
Jadi kebahagiaan dan kebaikan seorang mukmin bukanlah terletak pada kekayaan ataupun kepapaannya melainkan tergantung pada iman dan akidahnya. Karena ia tahu, bahwa kewajiban itu musti dilakukan, baik dalam keadaan kaya ataupun miskin. Sungguh aneh, manakala ada seorang mukmin menyengsarakan dirinya, dengan keyakinan bahwa kesengsaraan itu merupakan kebahagiaan dan kebaikan." Selanjutnya Imam berkat: "Bolehkah aku tambah lagi perkataanku? Tidakkah kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah Swt dahulu mewajibkan atas orang - orang mukmin agar satu orang di antara mereka harus melawan sepuluh orang musyrik tanpa boleh berpaling pada mereka. Barangsiapa berpaling maka kelak akan ditimpa siksa neraka. Kemudian Allah mengubah ketentuan tersebut. Akhirnya seorang mukmin diharuskan melawan dua orang musyrik saja. Hal ini merupakan rahmat dan keringanan buat mereka. Jadi "dua orang" itu merupakan nasikh bagi "sepuluh orang".
Ketahuilah pula, bahwa seorang hakim akan menjadi seorang yang paling zalim bila ia mengharuskan seseorang memberi nafkah kepada istrinya, padahal orang itu mengatakan,"Saya ini seorang zahid, yang tak punya apa - apa". Kalau kalian katakan hakim itu kejam, berarti kalian menganiaya sesama orang Islam dan mengada - ada. Tapi kalau kalian katakan hakim itu adil maka kalian memusuhi diri sendiri.
Perlu kalian ketahui pula, bahwa jika semua manusia seperti kalian dalam berzuhud, tak perduli sama sekali dengan harta dunia. Maka kepada siapa sedekah akan diberikan jika seseorang mau membayar kifarat sumpah atau kifarat nazar? Kepada siapa zakat unta, kambing, dan lain - lain akan diserahkan? Kepada siapa pula zakat emas, perak, buah - buahan dan segala harta zakat akan dibayarkan?
Seandainya Islam menjadikan dunia ini sebagai tempat kepapaan dan penderitaan hidup, atau sebagai tempat berpaling dari segala bentuk kesenangan, atau sebagai penjara kemiskinan, dimana manusia harus menderita di dalamnya, tentulah orang - orang fakir miskin itu telah sampai kepada apa yang dicita - citakan Islam. Lalu buat apa kita diwajibkan memberi zakat kepada mereka? Tentunya tidak perlu mengusik lagi kebahagiaan yang sedang mereka nikmati, yaitu kefakiran, dan tak perlu lagi mereka menerima pemberian.
Jika dunia yang dikehendaki adalah seperti apa yang kalian katakan mestinya tak boleh ada seseorang yang menyimpan harta benda. Apa yang dimiliki seseorang harus dicampakkan, walaupun ia sendiri sedang dihimpit kesulitan hidup. Jelek nian dunia yang kalian dambakan, dan kalian talah membawa ummat ini kembali kepada situasi kebutaan terhadap Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Kalian telah menolak hadis - hadis yang tidak sesuai dengan jalan hidup yang kalian tempuh. Inilah suatu ketololan yang lain pula. Kalian tidak memikirkan ayat - ayat Al-Quran dan merenungi kehebatan - kehebatan di dalamnya. Kalian tidak pula memperhatikan ada Nasikh Mansukh di dalam Al-Quran sebagaimana kalian tidak membedakan antara ayat - ayat yang muhkamat dan mutasyabihat. Juga kalian mencampuradukkan antara perintah dan larangan.
Ingatlah kisah Nabi Sulaiman bin Daud ketika memohon ke hadirat Allah agar dikaruniai kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahnya, kemudian Allah mengabulkannya. Kita tahu bahwa Nabi Sulaiman adalah penyeru dan sekaligus sebagai pelaksana kebenaran. Ternyata Allah tidak mencela perbuatannya. Sampai sekarang pun, tak ada seorang mukmin yang menyalahkan sikapnya.
Kenanglah riwayat Nabi Yusuf. Pernah beliau berkata kepada Raja Mesir: "Jadikan Aku bendaharawan negara, sesungguhnya Aku orang pandai menjaga lagi berpengetahuan". Ketika beliau memegang jabatan itu, datanglah masa paceklik, sehingga penduduk negara - negara tetangga datang berbondong - bondong ke kerajaannya untuk mendapatkan makanan daripadanya. Beliau adalah penyeru dan pelaksana kebenaran, dan nyatanya tak ada seorang pun yang mengkritik tindakannya.
Perhatikan pula bahwa Al-Quran memuat kisah Dzulqarnain, seorang hamba yang mencintai Allah dan Allah pun mencintainya. Allah telah menjadikannya sebagai penguasa kerajaan yang sangat luas. Dia adalah penyeru dan pelaksana kebenaran, dan tidak kita jumpai seseorang yang mencelanya.
Oleh sebab itu, hendaklah kalian berperangai dengan perangai Allah. Penuhilah perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Apa - apa yang masih samar - samar bagimu tinggalkanlah selagi kamu tak punya pengetahuan mengenainya. Kembalikanlah ilmu kepada ahlinya, niscaya kalian akan diberi pahala dan diampuni oleh Allah. Pelajarilah ilmu tentang nasikh-mansukh dalam Al-Quran dan ayat - ayat muhkamat serta mutasyabihat. Apa yang dihalalkan Allah, sesungguhnya akan menjadikan kamu dekat dengan Allah dan menjauhkan kamu dari kebodohan. Biarkanlah kebodohan itu kembali kepada pemiliknya, sesungguhnya orang - orang bodoh itu banyak, sedangkan orang - orang berilmu itu sedikit, Allah telah berfirman: Dan di tiap - tiap orang yang berilmu itu, ada lagi Yang Maha Mengetahui.(QS.Yusuf :76)
(Cerita Bijak Orang Shaleh, Murtadha Muththahari)