AlurKefasihan

Friday, July 02, 2004

Tentang Hadis – Hadis Yang Diriwayatkan Dari Nabi saw

Seorang laki – laki menanyakan tentang hadis – hadis bid'ah (yang dibuat – buat), dan perbedaan – perbedaan dalam periwayatannya. Maka Imam Ali r.a. menjelaskan :

“Sesungguhnya hadis – hadis yang beredar di kalangan orang banyak, ada yang haqq dan ada yang bathil. Yang benar dan yang bohong. Yang nasikh (lebih baru) dan yang mansukh (sudah kadaluwarsa, tergantikan dengan hadis yang lebih baru). Ada yang muhkam (jelas) dan yang mutasyabih (samar). Ada yang benar – benar dihapal (dari Rasulullah saw.) dan ada pula yang hanya “hasil angan – angan” orang. Dan telah ada yang memalsukan ucapan beliau di masa hidupnya, sehingga beliau pernah menyatakan dalam sebuah pidatonya: “Barang siapa membuat kebohongan mengenai aku, hendaknya ia bersiap – siap mendiami tempatnya di neraka ...!”

Adapun orang – orang yang menyampaikan hadis Rasulullah saw, tercakup dalam empat golongan, tidak ada kelimanya :

Pertama, seorang munafik yang menampakkan keimanan dan berpura – pura dalam keislaman. Tak pernah takut atau merasa ngeri berbohong secara sengaja tentang Rasulullah saw. Maka sekiranya orang – orang lain tahu bahwa ia seorang munafik pendusta, niscaya mereka takkan mau mempercayai ucapannya. Tetapi mereka (hanya) berkata: “Ia itu adalah 'sahabat' Rasulullah, telah bertemu dengan beliau, mendengar dari beliau dan belajar dari beliau ...” Lalu mereka mempercayainya dan berpegang pada ucapan yang disampaikannya. Padahal Allah SWT telah memberi tahu kamu tentang orang – orang munafik ini, dan menjelaskan sifat – sifat mereka dengan sejelas – jelasnya. Kemudian setelah Rasulullah wafat, mereka mendekatkan diri kepada pemimpin – pemimpin sesat, yang mengajak ke neraka dengan kepalsuan dan kebohongan mereka yang amat keji. Orang – orang ini pun melimpahkan jabatan – jabatan penting untuk mereka, serta menjadikan mereka penguasa – penguasa atas rakyat banyak, dan akhirnya, secara bersama – sama mereka melakukan korupsi dan manipulasi ... Dan memang manusia selalu dekat kepada para raja dan (kemewahan) dunia, kecuali sedikit, yaitu mereka yang memperoleh penjagaan Allah.

Maka orang (munafik) seperti itulah, satu dari empat orang (yang meriwayatkan hadis Rasulullah saw.).

Kedua, seorang yang mendengar sesuatu dari Rasulullah saw namun ia tidak menghapalnya dengan semestinya, lalu ia ragu dan keliru, kendatipun ia tidak sengaja berbuat bohong. Dan ia berpegang padanya, merawikannya dan menerapkannya, seraya berkata: “Aku telah mendengarnya dari Rasulullah saw.”

Maka sekiranya kaum muslim tahu bahwa ia telah tersalah dalam hal itu, niscaya mereka tidak akan menerima dan membenarkannya. Bahkan sekiranya ia sendiri menyadari kekeliruannya, pasti ia akan menolaknya juga!

Ketiga, seorang yang mendengar suatu ucapan Rasulullah saw, ketika beliau memerintahkan sesuatu, tetapi di saat lain, beliau membatalkan perintah itu dan bahkan melarangnya, sedangkan orang itu tidak mengetahuinya. Atau ada kalanya beliau melarang sesuatu, kemudian, di saat lain, beliau memerintahkan untuk mengerjakannya, sedangkan orang itu tidak mengetahuinya. Dengan demikian ia hapal yang mensukh dan tidak hapal yang nasikh. Maka sekiranya ia mengetahui bahwa hal itu sudah di-mansukh-kan, pasti ia pun akan menolaknya. Dan sekiranya kaum muslim, ketika mendengar dari orang tersebut, mengetahui bahwa hal itu sudah dimansukh-kan, niscaya mereka pun akan menolaknya.

Keempat, seorang jujur yang tidak berbuat dusta dan tidak memalsukan sesuatu dari Allah maupun rasul-Nya. Ia sangat membenci kebohongan karena ia takut kepada Allah, dan sangat menghormati Rasulullah saw. Ia tidak keliru dan tidak pula tersalah. Bahkan ia benar- benar hapal semua yang ia dengar menurut semestinya. Lalu ia menyampaikannya tepat seperti ia telah mendengarnya. Tiada ia menambahkan sesuatu padanya dan tidak pula ia menguranginya. Ia juga hapal yang nasikh dan mengamalkannya. Dan (hapal) yang mansukh, lalu menghindarinya. Ia pun mengetahui hadis yang berlaku secara umum atau khusus. Maka ia meletakkan segala sesuatu di tempatnya (yang benar). Dan ia pun pandai membedakan antara yang muhkam dan yang mutasyabih.

Memang, adakalanya ucapan – ucapan Rasulullah saw. itu memiliki arti dua segi. Yaitu ucapan yang bersifat khusus, dan yang bersifat umum. Maka sebagian orang mendengarnya, sedangkan ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw. Lalu si pendengar membawanya dan menyiarkannya tanpa benar – benar memahami apa artinya, apa yang dimaksud dan mengapa ia diucapkan.

Dan tidak semua sahabat Rasulullah saw. mampu, (atau mudah) bertanya dan minta penjelasan dari beliau. Sampai – sampai mereka seringkali merasa senang bila seorang Badwi (orang Arab pegunungan) atau pendatang baru bertanya kepada beliau, karena dengan begitu, mereka pun dapat mendengar penjelasan beliau.

Adapun aku, tiada suatu persoalan melintas, melainkan pasti kutanyakan kepada beliau, lalu aku menghapalnya baik – baik.

Demikianlah segi – segi penyebab timbulnya perbedaan – perbedaan pada sahabat ataupun cacat – cacat dalam riwayat mereka.
(Sumber: Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan)


 
Listed on Blogwise Site Meter