AlurKefasihan

Thursday, September 30, 2004

Etika Pemerintahan (6) (Memilih Pemimpin Tentara)

Surat Imam Ali Kepada Malik Asytar An-Nakha'iy Ketika Mengangkatnya Sebagai Wali Mesir dan Sekitarnya

(Memilih Pemimpin Tentara)

Pilihlah pemimpin tentaramu, dari mereka yang kau anggap paling tulus kepada Allah, rasul-Nya serta Imam-mu; paling bersih dan mulia hatinya; tidak cepat marah, mudah memaafkan, sayang kepada orang-orang lemah dan tegas terhadap mereka yang merasa dirinya kuat; yang tidak terguncang oleh kekerasan dan tidak terhambat oleh kelemahan.

Utamakanlah mereka yang berasal dari lingkungan yang menjaga kebersihan pribadinya, dari keluarga-keluarga terhormat dan yang tercatat jasa-jasa mereka di kalangan masyarakat; kemudian yang dikenal kekesatriaan, keberanian, kedermawanan dan kemurahan hatinya. Mereka itulah tempat berkumpulnya kemuliaan dan kebaikan.

Perhatikan baik-baik segala urusan mereka seperti halnya kedua orang tua terhadap anak-anak mereka. Jangan membesar-besarkan apa saja yang telah kauberikan kepada mereka guna menambah kekuatan mereka, dan jangan meremehkan kasih sayang yang kaucurahkan atas mereka betapapun itu hanya sedikit. Semuanya itu akan mendorong mereka bersikap tulus dan berbaik sangka terhadap dirimu. Oleh karena itu, jangan kau tinggalkan perhatianmu terhadap hal yang kecil-kecil dari urusan mereka, hanya disebabkan engkau telah merasa cukup memperhatikan urusan mereka yang besar-besar. Mereka pasti akan merasakan manfaat perhatianmu atas yang kecil sebagaimana mereka membutuhkannya atas yang besar. Untuk menduduki tampuk pimpinan tentaramu, utamakanlah mereka yang selalu memikirkan bawahannya. Yaitu dengan memberikan apa yang menjadi hak mereka serta memenuhi kepentingan mereka dan juga meliputi kebutuhan keluarga-keluarga yang ditinggalkan agar perhatian mereka semua, baik pimpinan atau bawahan, terpusat hanya pada cara menghadapi musuh. Ketahuilah bahwa kelembutan sikapmu terhadap mereka pasti akan membuat lembutnya sikap mereka terhadap dirimu. Dan sebaik-baik keadaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi para penguasa ialah tegaknya keadilan di seluruh negeri dan adanya kecintaan rakyat kepada mereka. Namun kecintaan rakyat tidak akan timbul kecuali dengan ketulusan hati mereka (rakyat) dalam menjaga keselamatan para pemimpin, dan tiadanya rasa jemu terhadap kekuasaan mereka ataupun keinginan akan segera berakhirnya masa itu.

Besarkanlah harapan-harapan rakyatmu, ucapkanlah selalu penghargaanmu terhadap mereka atas hasil-hasil yang telah dicapai orang-orang yang berjasa bagi negara. Hal itu akan menguatkan semangat para pahlawan dan mendorong orang-orang lainnya yang ketinggalan. Insya Allah!

Pelajarilah jasa setiap orang dan jangan mengalihkan penghargaanmu bagi mereka kepada orang lain. Jangan pula memberi mereka imbalan kurang dari yang patut diterimanya.

Jangan besar-besarkan seseorang hanya karena kemuliaan kedudukan si pembuatnya, dan jangan mengecilkan jasa besar yang dibuat oleh seseorang semata-mata disebabkan rendah kedudukannya.
Kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya segala urusan yang kau rasakan terlampau berat atau membingunganmu. Sebab Allah SWT telah berfirman kepada orang-orang yang ingin diberinya petunjuk: Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Taatlah kepada Rasul, serta para pemimpin dari kalanganmu. Dan bila kamu berselisih dalam sesuatu urusan, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul...(QS 4 : 59). Mengembalikan kepada Allah artinya berpegang erat-erat dengan ayat-ayat Al-Quran yang jelas dan tegas. Adapun mengembalikannya kepada Rasul ialah dengan melaksanakan Sunnahnya yang disepakati bukannya yang diperselisihkan.

Etika Pemerintahan (5) (Golongan-golongan Rakyat)

Surat Imam Ali Kepada Malik Asytar An-Nakha'iy Ketika Mengangkatnya Sebagai Wali Mesir dan Sekitarnya

(Golongan-golongan Rakyat)

Ketahuilah bahwa rakyat terdiri atas beberapa golongan dan tingkatan. Masing-masing saling melengkapi dan saling memerlukan. Di antaranya, tentara pejuang di jalan Allah, para juru tulis baik yang berhubungan dengan rakyat biasa ataupun yang berhubungan dengan para pejabat, para penegak hukum, para pekerja di bidang kesejahteraan sosial, para petugas jizyah (pungutan untuk kaum non-muslim) dan kharaj (pendapatan negara) yang bertugas di kalangan ahl adz-dzimmah maupun kaum Muslim, para pedagang, tukang dan karyawan. Juga mereka yang berada di tingkat terbawah, yang sangat membutuhkan bantuan dan tidak cukup penghasilannya. Semua mereka itu telah dirinci dan ditetapkan oleh Allah SWT bagiannya masing-masing dalam kitab-Nya atau dalam Sunnah Nabi-Nya saw. Sebagai janji yang diamanatkan-Nya kepada kita.

Adapun para anggota tentara, mereka itu, dengan perkenan Allah, adalah benteng-benteng rakyat, kebanggaan para pemimpin, kejayaan Agama dan sarana-sarana keamanan. Rakyat tak mampu berdiri tegak tanpa mereka. Tetapi, tentara tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa jaminan materiil yang ditetapkan oleh Allah bagi mereka dari hasil kharaj. Dengannya mereka memiliki kekuatan dalam jihad melawan musuh, menggunakannya demi perbaikan keadaan mereka dan mencukupi keperluan hidup mereka.

Kemudian, kedua kelompok ini (rakyat dan tentara) tidak akan berdiri dengan sempurna tanpa kelompok ketiga yang terdiri atas para hakim, karyawan dan juru tulis yang bertugas di bidang peradilan dan pembuatan berbagai macam akad, menyiapkan segala keperluan negara dan menjaga amanat dalam pencatatan segala urusan yang khusus maupun umum. Dan kesemua mereka ini tidak dapat berdiri dengan sempurna tanpa para pedagang dan ahli-ahli industri yang menyediakan barang-barang mereka, mendirikan pasar-pasar serta memenuhi kebutuhan rakyat umum yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh mereka ini.

Kemudian lapisan terbawah, yakni orang-orang lemah dan miskin yang harus dibantu dan disantuni. Allah SWT Maha Mencukupi mereka semua dan mereka pun memiliki haknya masing-masing yang wajib dipenuhi oleh wali negeri sesuai dengan kebutuhannya.

Dan pada hakikatnya, seorang wali negeri tidak akan mampu melaksanakan semua kewajibannya itu, kecuali dengan mencurahkan perhatian yang besar sambil memohon bantuan Allah SWT. Ia harus menguatkan tekad untuk mempertahankan kebenaran dan bersikap sabar dalam segala urusan, yang ringan baginya maupun yang berat.

Thursday, September 23, 2004

Etika Pemerintahan (4) (Memilih Menteri dan Pembantu Pribadi)

(Memilih Menteri dan Pembantu Pribadi)

Seburuk-buruk menterimu adalah mereka yang tadinya juga menjadi menteri orang-orang jahat yang telah berkuasa sebelummu, yang bersekutu dengan mereka dalam dosa dan pelanggaran. Maka jangan kaujadikan mereka itu sebagai kelompok pendampingmu, sebab mereka adalah pembantu-pembantu kaum durhaka dan saudara-saudara kaum yang aniaya.

Dan pasti akan kaudapati orang-orang lain di antara rakyatmu yang memiliki kecerdasan dan kecekatan seperti mereka, tapi tidak terlibat dalam kesalahan dan kecurangannya. Yaitu orang-orang yang tidak pernah membantu seorang zalim dalam kezalimannya, ataupun seorang durhaka dalam kedurhakaannya. Mereka itulah yang lebih ringan bebannya darimu, lebih banyak bantuannya, lebih besar ketulusannya dan lebih sulit dijinakkan oleh orang-orang selainmu.

Jadikanlah mereka itu sebagai kawan-kawanmu terdekat dalam kesepian dan keramaianmu. Pilihlah di antara mereka itu untuk kaujadikan sebagai sahabatmu yang paling erat hubungannya denganmu. Mereka itulah yang paling berani mengatakan kebenaran yang paling pahit sekalipun bagimu, dan yang paling sedikit bantuannya bagimu dalam hal-hal yang tidak disukai Allah bagi wali-wali-Nya, meskipun sikap mereka yang seperti itu mungkin tidak sejalan dengan keinginan hatimu.

Lekatkanlah dirimu dengan orang yang berhati-hati dan pandai menahan diri disebabkan kepatuhan dan ketulusannya kepada segala ketentuan Allah SWT. Biasakanlah mereka agar tidak memuji dan membuatmu bangga akan apa yang sebenarnya tidak kaulakukan, karena puji-pujian yang banyak mengundang kecongkakan dan mendatangkan rasa keperkasaan.

Janganlah menyamakan kedudukan orang yang baik dengan yang jahat di sisimu. Sikap seperti itu akan melemahkan semangat orang yang baik untuk berbuat kebaikan dan akan mendorong orang jahat untuk meneruskan kejahatannya. Tetapkanlah bagi masing-masing orang apa yang mereka tetapkan bagi dirinya sendiri.

Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang dapat menimbulkan persangkaanbaik seorang penguasa terhadap rakyatnya lebih dari pada perlakuan baiknya bagi mereka, peringan beban kewajiban mereka dan pembebasan mereka dari pemaksaan sesuatu yang bukan merupakan haknya atas mereka.

Hendaknya kauperhatikan hal itu baik-baik, sehingga engkau dapat cukup berbaik sangka terhadap rakyatmu. Sebabyang demikian itu akan menghindarkan dirimu dari beban yang memberatkan. Dan sesungguhnya yang paling patut menerima persangkaan baikmu itu ialah orang yang telah kautanamkan keadilan dan kebaikan lakumu padanya. Dan yang paling patut kau berburuk sangka terhadapnya ialah orang yang telah kautujukan buruk lakumu kepadanya.

Jangan menghapus suatu kebiasaan baik yang telah dilakukan oleh para pendahulu umat ini yang dengannya kerukunan telah terjalin dan kebaikan telah merata di kalangan rakyat. Dan jangan membuat suatu kebiasaan baru yang merusak sesuatu dari kebiasaan-kebiasaan lama yang baik itu, sehingga menyebabkan pahalanya diperoleh oleh mereka yang membuatnya dan dosanya dibebankan atas dirimu karena engkaulah yang telah merusaknya.

Sering-seringlah berdiskusi dengan para ahli ilmu dan berbincang-bincang dengan orang -orang bijak dan piawai, dalam segala hal yang mendatangkan kejayaan negerimu dan menegakkan apa yang telah menyejahterakan rakyat sebelum kedatanganmu.


Sunday, September 19, 2004

Etika Pemerintahan (3)

Surat Imam Ali Kepada Malik Asytar An-Nakha'iy Ketika Mengangkatnya Sebagai Wali Mesir dan Sekitarnya (3)

(Mendahulukan Kepentingan Rakyat Kebanyakan)

Jadikanlah kesukaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat banyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elit. Adapun kemarahan kaum elit dapat diabaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak.

Sesungguhnya rakyat yang berasal dari kaum elit ini adalah yang paling berat membebani wali negeri dalam masa kemakmuran; paling sedikit bantuannya di masa kesulitan; paling membenci keadilan; paling banyak tuntutannya, namun paling sedikit rasa terima kasihnya bila diberi; paling lambat menerima alasan bila ditolak; dan paling sedikit kesabarannya bila berhadapan dengan berbagai bencana.

Sesungguhnya rakyat kebanyakanlah yang menjadi tiang Agama dan kekuatan kaum Muslim. Maka curahkanlah perhatianmu kepada mereka, dan arahkanlah kecenderunganmu pada mereka.

Adapun yang seharusnya paling kaujauhkan dan kaubenci ialah orang yang paling bersemangat dalam mencari-cari kekurangan orang lain. Padaal setiap orang pasti memiliki kekurangan yang menjadi kewajiban wali negeri untuk menutupinya. Maka jangan berusaha membongkar apa yang tidak tampak bagimu, sedangkan kewajibanmu adalah membersihkan apa yang sudah jelas tampak bagimu. Dan Allah-lah yang memutuskan hal itu. Maka rahasiakanlah aurat (aib) orang lain sedapat-dapatnya, niscaya Allah juga akan menutupi aurat dirimu yang kau tidak ingin diketahui oleh rakyatmu.

Lepaskanlah segala ikatan kedengkian dalam hati orang banyak terhadapmu dan renggutlah segala penyebab permusuhan mereka. Tutuplah pandanganmu dari hal yang tidak patut bagimu, dan jangan tergesa-gesa mempercayai pembawa fitnah, sebab orang seperti itu adalah penipu meskipun ia berpura-pura sebagai penasihat yang tulus.

Jangan meminta saran dari seorang bakhil dalam suatu urusan kedermawanan, sebab ia pasti akan mengalihkanmu dari kebajikan dan mempertakutimu dengan kemiskinan. Jangan bermusyawarah dengan seorang pengecut yang hanya akan melemahkan tekadmu. Atau seorang rakus yang akan mendorongmu memperoleh sesuatu kendati harus menggunakan cara yang zalim. Semua sifat itu: kebakhilan, kepengecutan dan kerakusan, hanya bersumber pada diri mereka yang berprasangka buruk pada Allah SWT.

Saturday, September 18, 2004

Haloscan commenting and trackback have been added to this blog.

Etika Pemerintahan(2): Memilih Wali Negeri (Gubernur)

Surat Imam Ali Kepada Malik Asytar An-Nakha'iy Ketika Mengangkatnya Sebagai Wali Mesir dan Sekitarnya
(Perilaku Wali Negeri)
Ketahuilah hai Malik, bahwasanya aku mengutusmu ke suatu daerah yang sebelumnya telah mengalami pergantian berbagai pemerintahan, yang adil maupun yang zalim. Dan bahwasanya rakyat di sana akan memandangmu sama seperti pandanganmu terhadap para penguasa sebelummu, dan berbicara tentang dirimu seperti pembicaraanmu terhadap mereka. Sesungguhnya keadaan orang-orang baik dapat diketahui dari penilaian yang diucapkan oleh kebanyakan rakyat awam. Maka hendaklah kaujadikan amal-amal saleh sebagai perbendaharaanmu yang paling kausukai. Untuk itu, kuasailah hawa nafsumu dan pertahankanlah dirimu dari segala yang tidak dihalalkan bagimu. Sikap seperti itu adalah yang paling tidak adil bagi dirimu, baik dalam hal yang disukai ataupun yang tidak disukainya.
Insafkanlah hatimu agar selalu memperlakukan semua rakyatmu dengan kasih sayang, cinta dan kelembutan hati. Jangan kaujadikan dirimu laksana binatang buas lalu menjadikan mereka sebagai mangsamu. Mereka itu sesungguhnya hanya satu di antara dua: saudaramu dalam agama atau makhluk Tuhan seperti dirimu sendiri. Kadang-kadang mereka tergelincir dalam kesalahan atau tergoda oleh pelanggaran, sehingga timbul kejahatan akibat perbuatan tangan mereka, baik secara sengaja atau tidak. Oleh sebab itu, berilah mereka maaf dan ampunanmu sedapat mungkin, sebagaimana juga engkau mengharapkannya dari Tuhanmu. Engkau berada di atas mereka; pemimpin yang mengangkatmu berada di atasmu; dan Allah SWT berada di atas orang yang telah mengangkatmu!
Sungguh, Allah telah menugaskan kepadamu penyelesaian urusan mereka, dan Ia mengujimu dengan mereka. Maka jangan jadikan dirimu sebagai musuh yang memerangi-Nya. Sebab kau tak memiliki sedikit pun kekuatan penolak hukuman-Nya, dan kau pasti membutuhkan ampunan dan rahmat-Nya. Jangan menyesali maaf yang telah kauberikan. Jangan berbangga hati dengan hukuman yang kaujatuhkan. Jangan tergesa-gesa mengikuti nafsu amarahmu selama masih ada jalan keluar lainnya. Dan jangan menganggap dirimu seorang diktator yang harus ditaati segala perintahnya, sebab yang demikian itu adalah penyebab rusaknya jiwa, melemahnya Agama dan hilangnya kekuasaan.
Dan bila kekuasaanmu menyebabkan tumbuhnya keangkuhan dan kebanggaan dalam hatimu, alihkanlah pikiranmu ke arah keagungan kerajaan Allah di atasmu, dan kuasa-Nya terhadap dirimu sendiri. Dengan begitu kau akan berhasil mengurangi kepongahanmu, menahan kekerasan hatimu dan mengembalikan akal sehatmu bila ia hampir menyingkir darimu.
Awas, jangan coba-coba berpacu dengan Allah dan penuhilah pula hak rakyat atas dirimu sendiri, keluargamu terdekat dan orang-orang yang kaucintai. Jika tidak, maka engkau telah berbuat zalim; sedangkan siapa saja yang zalim terhadap hamba-hamba Allah, maka yang menjadi lawannya adalah Allah, bukan mereka. Dan siapa saja yang menjadi lawan Allah, pasti akan gugur hujjah-nya, dan akan diperangi-Nya sampai saat ia berhenti dan bertobat. Ketahuilah, tiada sesuatu yang paling cepat menghilangkan nikmat Allah dan menyegerakan murka-Nya seperti tindakan zalim. Sungguh Allah SWT Maha Mendengar doa orang-orang yang tertindas, dan Ia selalu siap menghukum kaum yang zalim.
Sumber : Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan

Etika Pemerintahan (1)

Surat Imam Ali Kepada Malik Asytar An-Nakha'iy Ketika Mengangkatnya Sebagai Wali Mesir dan Sekitarnya

(Pembukaan)

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Surat perintah hamba Allah, Ali Amir Al-Mukminin, kepada Malik bin Haarits Al-Asytar pada saat mengangkatnya sebagai Wali Negeri Mesir dengan tugas mengumpulkan (Segala pendapatan negara seperti pajak dan zakat), memerangi musuh, mengurus kepentingan penduduk dan membangun daerahnya.
Hendaknya ia sungguh-sungguh bertakwa kepada Allah SWT, mendahulukan ketaatan kepada-Nya dan mengikuti segala yang diperintahkan dalam Kitab-Nya, yang wajib dan yang dianjurkan, yang tidak seorang pun akan beroleh kebahagiaan kecuali dengan mengikutinya, dan tidak akan menderita kecuali dengan mengingkari dan melalaikannya.

Hendaknya ia membela Allah SWT dengan hati, tangan serta lidahnya. Sebab Allah telah menjanjikan kemenangan bagi siapa yang membela-Nya, dan kemuliaan bagi siapa yang memuliakan-Nya.
Hendaknya ia mematahkan syahwat nafsunya serta mengendalikannya bila ia menunjukkan kebinalannya. Sebab nafsu manusia cenderung melakukan kejahatan, kecuali pada mereka yang dirahmati Allah.

Sumber : Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan




Thursday, September 16, 2004

BAHLOOL PROVES THE THREE FACTS

Abu Hanifa was once teaching Islamic beliefs to his students. He was arguing and challenging the validity of some of the statements which had been proclaimed by Imam Ja'far al-Sadiq (a) Bahlool happened to be present as well. Abu Hanifa proclaimed that he could not agree with the three understated statements as made by the Imam.

The first one was that "Allah can never be seen." According to Abu Hanifa it was impossible for a thing to exist and yet be invisible!

The second things that the Imam had stated was that "Satan (devil) will be thrown in the inferno of Hell which will scorch him bitterly." Abu Hanifa argued: "How was it possible for fire to hurt 'fire', the fact that Satan was created from fire itself!"

The third statement of the Imam was that "Man alone is responsible for his actions and Allah - the most powerful - has nothing to do with his actions." "How is it possible, when Allah alone guides the destiny of man without Whose will nothing can happen?" This was Abu Hanifa's third challenge.

As soon as the speaker, Abu Hanifa, had made these three criticisms, Bahlool got up, took a piece of brick and aiming at Hanifa, let it go and cracked Abu Hanifa head.

Bahlool was caught and taken before the Caliph for punishment. In his defence, he pleaded that he had done nothing else except reply to the three criticisms which Abu Hanifa had made against the Imam.

The Caliph asked him to explain as to how and why he chose to reply by hitting and injuring Abu Hanifa. Bahlool said, "This man claims that if God is there, then he must be seen. He is now complaining of pain in his head due to the brick having hurt him. If the pain is definitely there, can he show me where it is? Well! just as pain can be there without being seen Allah also exists without being seen."

"Secondly, he says that fire cannot burn fire. It is a fact that man is made out of clay and this brick with which I hit his head is also made out of clay, if clay can inflict pain and hurt clay, why can't fire do the same to fire?"

"The third thing he says is that man is not responsible for his own actions but Allah does all things. If this is so, then why does he want justice from you and why does he want me to be punished for hurting him? He might as well transfer the punishment to Allah Who, according to him - is responsible for all the actions of man!"

Everyone in the court was stunned at this and Abu Hanifa was dumb founded - having nothing to say. So Bahlool was released without any punishment.

Thus, while some Muslim sects believe that Allah can be seen, perhaps on the Day of Judgement, the Shia Muslims say that Allah is the creator of everything; He was not created and as such he has no body like us that can be seen. If we can still believe in unseen things like air, electricity and human soul, why can't we believe in the unseen God?

If we are responsible for our actions and are to be punished or rewarded accordingly, then it is only fair and just that Allan should not manipulate or compel us to do things but leave us alone to act the way we see it fit, and be answerable for those actions ourselves.

Sumber : http://al-islam.org/gallery/kids/Books/istories/index.htm
http://al-islam.org/action.php?sid=210495675&url=%2Fkiswahili%2Fzip2002%2Fbahlul.zip&action=go&id=12302



 
Listed on Blogwise Site Meter